×
STUDILMU Career Advice - 3 Tingkat Kesadaran Diri
Emotional Intelligence

3 Tingkat Kesadaran Diri

STUDILMU Users By STUDiLMU Editor

Apa itu kesadaran diri? Kesadaran diri adalah memiliki persepsi yang jelas tentang kepribadian Anda, termasuk belief, kekuatan & kelemahan, pikiran, kepercayaan, motivasi dan emosi. Kesadaran diri memungkinkan Anda untuk memahami diri sendiri dan memahami orang lain, bagaimana orang lain memandang Anda, serta sikap dan tanggapan Anda terhadap mereka.
 
Untuk mendapatkan kesadaran diri, ternyata ada 3 tingkatan penting yang perlu kita lalui loh rekan-rekan Career Advice. Menurut markmanson.net, sebelum kita bermimpi memiliki kesadaran diri yang kuat, kita perlu melewati tiga tingkatan di bawah ini. Langsung saja yuk kita simak penjelasannya. 

Tingkat Pertama: Tanyakan pada Diri Sendiri “Apa yang Saya Lakukan?”

Agar kita bisa melalui tingkatan pertama ini, rekan pembaca harus bisa menjawab pertanyaan “apa yang saya lakukan?” Nah, berikan waktu spesifik untuk menjawab pertanyaan ini, misalnya selama 30 hari kebelakang atau 1 bulan yang lalu. Dengan begitu, pertanyaannya sedikit dimodifikasi menjadi “Apa yang saya lakukan selama 30 hari terakhir?” Pertanyaan spesifiknya bisa berupa: 
- Apakah selama 30 hari terakhir saya merasa kesepian, terisolasi dan tidak ada yang mau mendengar pendapat saya? 
- Apakah saya sedang memperjuangkan hubungan dengan seseorang yang dekat dengan saya?
- Apakah saya merasa terluka, lemah fisik atau sakit?
- Apakah saya semakin ragu dengan masa depan saya?
- Apakah selama sebulan terakhir ini saya tidak produktif, bahkan tidak tahu apa yang harus saya lakukan?
- Apakah saya mengalami gejala kurang tidur atau tidak bisa tidur sama sekali (insomnia)?
- Apakah saya sedang merasa stres dengan pekerjaan sekarang dan menghadapi masalah keuangan? 
- Dan tanyakan beberapa pertanyaan lainnya yang kiranya membuat kita sakit, demotivasi dan tidak merasa bahagia. Intinya, tanyakan pada diri sendiri apa yang terjadi pada kita selama 30 hari terakhir dan tanyakan apa yang kita lakukan untuk menghadapi semua itu? 
 
Setelah menanyakan beberapa pertanyaan seperti di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa hampir seluruh manusia menghindari rasa sakit atau gangguan dalam hidup mereka dengan pergi ke gangguan lainnya. Maksudnya seperti ini, ketika kita merasa sedih karena sedang menghadapi masalah keuangan, kita berpikir bahwa pergi ke mall untuk belanja apapun yang kita sukai adalah salah satu solusi agar kita menjadi semangat lagi dan kuat menghadapi masalah finansial. 
 
Tapi, apakah itu benar-benar akan menjadi solusi masalah finansial kita? Atau, tindakan kita malah membuat tagihan kartu kredit kita semakin mencekik?
Contoh kedua, kita sedang ketakutan karena dikejar dengan tenggat waktu. Tapi, kita malah menghindari tugas tersebut dan pergi ke luar negeri untuk berlibur. Lantas, apakah gangguan tenggat waktu itu akan berhenti mengejar kita? Tentu saja tidak!
 
Memang tidak ada salahnya untuk beralih ke hal lain ketika kita merasa mandek, stres atau demotivasi, namun bukan berarti kita harus beralih ke gangguan yang lebih besar dari gangguan kita sebelumnya. Sayangnya, tidak banyak orang yang menyadari hal ini. 
 
Kuncinya adalah kita perlu menyadari gangguan atau halangan apa yang sedang “mampir” ke dalam kehidupan kita. Ketika kita menyadari gangguan ini, usahakan agar kita menyelesaikannya terlebih dahulu. Bukan kabur menghampiri gangguan berikutnya. Dan, pastikan bahwa gangguan-gangguan tersebut tidak memilih kita sebagai targetnya. 
 
Tetapi, bukankah kita perlu gangguan lainnya untuk tetap bahagia dan tidak stres? Misalnya, seseorang yang sedang mandek dalam pekerjaan mencoba beristirahat sebentar dan membuka YouTube untuk melihat video-video lucu. Menonton YouTube disini berperan sebagai gangguan lain yang berbahaya. Namun, orang tersebut perlu menontonnya agar dia bisa bersemangat kembali. 
 
Yap, ini adalah hal yang bisa kita lakukan, namun perlu diingat bahwa kita perlu membatasi waktu untuk tenggelam dalam gangguan berikutnya. Jangan sampai menonton video membuat kita lupa bahwa ada tumpukan tugas di depan kita yang belum terselesaikan. 
 
Kebanyakan orang menghabiskan sebagian besar harinya dengan tenggelam dalam lautan gangguan tanpa menyadarinya sama sekali. Intinya, identifikasi gangguan yang kita alami selama 30 hari terakhir, dan evaluasi apa saja yang sudah kita lakukan terhadap gangguan tersebut. Apakah kita sudah menghadapinya dengan kesadaran diri yang kuat, atau belum? 

Tingkat Kedua: Tanyakan pada Diri Sendiri “Apa yang Saya Rasakan?”

Pada tingkatan kedua ini, pernah tidak rekan pembaca ditanya oleh seseorang “Mengapa Anda marah?” Lalu, rekan pembaca langsung menjawab dengan sangat emosi “Saya tidak marah! Saya hanya kesal karena saya merasa tidak didengarkan! Tidak ada yang peduli. Kenapa Anda menyebalkan dengan menanyakan pertanyaan ini?!”
 
Kasus ini sering terjadi ketika kita berusaha untuk semakin menghindari diri dari gangguan-gangguan yang ada. Semakin kita mencoba menghindarinya, semakin hebat gangguan tersebut berpengaruh pada emosi kita. Inilah mengapa beberapa orang merasa kewalahan terhadap perasaan mereka sendiri. 
 
Tingkat kesadaran diri yang kedua ini adalah dimana kita benar-benar mulai mencari tahu “Siapa diri saya sebenarnya?” atau “Tipe orang yang seperti apa diri saya?”
Ketika berada di tingkatan ini, kita akan mulai berefleksi terhadap segala tindakan yang kita lakukan sebagai respon dari semua permasalahan yang terjadi dalam hidup. Ketika kita sudah berhasil bersahabat dengan tingkatan kedua ini, maka kita akan mulai menyadari siapa diri kita sebenarnya. Misalnya, “Oh sial, kenapa tadi saya sangat sensitif dan cepat marah ya? Padahal kan rekan kerja saya hanya ingin bertanya mengapa saya sering datang terlambat ke kantor akhir-akhir ini?” Dari sini, kita akan mulai menyadari apa yang salah dan benar dari setiap respon dan tindakan kita. Pada tingkatan kedua ini, kita memerlukan waktu yang cukup lama untuk merasa nyaman dengan semua emosi yang ada di dalam diri. 

Tingkat Ketiga: Tanyakan pada Diri Sendiri “Apa yang Membuat Kita Kehilangan Arah?”

Pada tingkatan ketiga ini kita akan menyadari bahwa semakin kita tunduk pada emosi dan keinginan kita semata, maka kehidupan kita akan semakin rusak. Pernyataan ini menyadarkan kita bahwa kesadaran diri dan kontrol diri sangatlah penting untuk selalu diterapkan.
 
Kita sering beranggapan bahwa sebenarnya kita adalah pemikir yang logis dan independen dengan berlandaskan fakta-fakta yang ada. Padahal sebenarnya, kita terlalu sering memaksa otak kita untuk membenarkan pikiran negatif, emosi dan segala omong kosong yang kita rasakan. Misalnya, ketika saya pergi makan siang bersama sahabat saya, saya mengatakan bahwa makanan yang kami pilih rasanya sangat tidak enak, restoran itu sangat buruk! Padahal, saya mengatakan itu karena sedang merasa kesal dengan bos saya di kantor. Daripada menceritakan kepada sahabat saya bahwa bos saya sangat menyebalkan, saya menjadikan makanan tersebut sebagai target kekesalan saya. Pada akhirnya, terjadilah perdebatan di antara kami. Semakin dia mengatakan bahwa makanan ini enak, semakin saya merasa kesal dan semakin marah. Contoh ini membuktikan bahwa kita memaksa otak kita untuk mendukung pikiran negatif dan emosi yang kita rasakan, padahal tidak ada kaitan apapun antara bos saya dan makanan tersebut. 
 
Dari sini, kita bisa melihat bahwa diri ini sering kehilangan arah karena emosi dan pikiran negatif yang mengontrol otak kita. Apabila kita sudah menyadari “apa yang membuat saya kehilangan arah?” maka kita semua akan terhindar dari tindakan-tindakan buruk yang menjauhi kita dari kesadaran diri. 
 
Itulah 3 tingkatan yang perlu kita lalui untuk memiliki kesadaran diri. Tingkat pertama, tanyakan “apa yang saya lakukan?” Tingkat kedua, coba tanyakan “apa yang saya rasakan?” dan, pertanyaan pada tingkatan ketiga “apa yang membuat saya kehilangan arah?” Selamat mencoba 3 tingkatan ini ya, rekan-rekan Career Advice.

Featured Career Advice