×
STUDILMU Career Advice - Bagaimana Agar Lebih Produktif?
Productivity

Bagaimana Agar Lebih Produktif?

STUDILMU Users By Susanti Yahya

 
Joko, 29 tahun adalah seorang manager di salah satu perusahaan. Ia telah menikah dan memiliki dua orang anak. Ia bekerja selama 12 hingga 14 jam sehari, merasa luar biasa letih, dan menemui kesulitan untuk berinteraksi dengan keluarganya di malam hari. Pada akhirnya, ia pun merasa bersalah, dan tidak puas. Kualitas tidurnya terganggu, ia tidak sempat berolah raga, dan jarang mengonsumsi makanan sehat, - ia lebih sering bersantap ala kadarnya di perjalanan, atau sembari bekerja di mejanya. 
 
Apa yang dialami Joko sangat lazim. Banyak dari kita menanggapi tuntutan yang kian keras di tempat kerja dengan bekerja lebih lama – yang, pada akhirnya, akan menggerus stamina fisik, mental, serta emosi seseorang. Hal ini akan berujung pada menurunnya tingkat fokus, naiknya tingkat perhatian yang teralihkan, tingginya tingkat perputaran pegawai, serta melejitnya biaya kesehatan pegawai. Para manager menunjukkan kesamaan yang menarik: mereka konsisten mengatakan bahwa mereka telah mendorong diri bekerja lebih keras dari yang pernah mereka lakukan, untuk menjawab tuntutan, namun juga kian merasa mereka ketahanan mereka telah mencapai garis batasanya.
 
Inti masalah dari jam kerja yang panjang adalah bahwa waktu memiliki batas. Tetapi, tidak begitu dengan energi. Seperti didefinisikan oleh ilmu fisika, energi adalah kapasitas kerja, dan bersumber dari empat pilar utama dalam manusia: tubuh, emosi, pikiran, dan jiwa. Di setiap wilayah tersebut, energi bisa ditingkatkan secara sistematis, dan diperbarui secara teratur, yakni melalui pelaksanaan sejumlah ritual yang spesifik – rangkaian tindakan yang sengaja dilakukan dan terjadwal dengan tepat, dengan tujuan menyatukan proses tersebut dengan diri agar dapat dilakukan secara otomatis, secepat mungkin.
 
Untuk ‘mengisi ulang’ energi para pekerja dengan efektif, perusahaan haruslah mengubah sudut pandang mereka. Pandangan ‘mendapatkan kontribusi’ harus bergeser menjadi ‘memberikan kontribusi’, agar para pekerja terus termotivasi – serta mampu – memberikan potensi diri mereka lebih baik lagi setiap harinya. Sementara, untuk memperbarui sendiri energi yang kita miliki, seseorang haruslah mengetahui terlebih dahulu betapa berisikonya mendorong diri sendiri begitu keras. Setelah itu, orang tersebut perlu mengambil tanggung jawab untuk berubah, lepas dari situasi apapun yang sedang mereka hadapi.  
 
Ritual dan tindakan yang diterapkan Joko untuk mengelola energinya secara lebih baik telah mengubah hidupnya. Joko memilih untuk tidur lebih cepat, dan berhenti mengonsumsi alkohol – sesuatu yang, sebelumnya, mengganggu tidurnya. Efeknya, saat bangun, Joko merasa lebih segar, dan termotivasi untuk berolah raga, yang kini ia lakukan setiap pagi. Kurang dari dua bulan, beratnya turun hingga 6 kilogram. Setelah berolah raga, ia menyantap sarapan bersama keluarganya. Joko masih bekerja dengan jam yang panjang, tetapi ia secara teratur mengubah cara hidupnya. Saat makan siang, ia meninggalkan mejanya sebentar, dan membiasakan diri berjalan di pagi dan sore hari. Setibanya di rumah pada malam hari, ia pun merasa lebih santai, dan dapat meningkatkan keterlibatannya dengan istri dan anak-anaknya.
 
Semua organisasi menuntut kinerja yang maksimal dari pekerja mereka. Para pegawai berusaha memenuhinya, namun metode klasik bekerja lembur, sekarang, tidak lagi efektif. Sebab, hal itu membuat para pekerja letih, tidak bersemangat, dan mudah sakit. Semua ini, pada gilirannya, merusak lingkungan kerja yang sedianya sehat.
 
Jam-jam bekerja panjang di kantor tidak lagi efektif karena waktu anda terbatas. Namun, energi diri bisa diperbarui, kata Tony Schwartz, penulis buku laris “The Power of Full Engagement”. Dengan mengembangkan ritual, yang tampaknya sederhana, untuk membantu para pegawai meremajakan energi mereka, organisasi otomatis membangun juga ketahanan fisik, emosi, dan mental pekerjanya. Ritual ini bisa mencakup rehat di beberapa interval, menyatakan penghargaaan terhadap orang lain, mengurangi interupsi, dan mengalokasikan lebih banyak waktu untuk kegiatan yang tidak hanya dinikmati banyak orang, tetapi juga dikuasai oleh mereka.
 
Bantulah pegawai anda untuk, secara sistematis, menyegarkan energi mereka. Manfaatnya akan langsung terasa pada kinerja finansial perusahaan. Contohlah Wachovia Bank: para peserta di program pengembangan energi menghasilkan pendapatan 13% lebih tinggi dari sektor pinjaman, dengan perbandingan tahun ke tahun, ketimbang grup kontrol. Mereka juga mengungguli grup kontrol dalam hal pendapatan dari sektor tabungan, sebesar 20%.
 
Schwartz dan McCarthy, dalam artikel di Harvard Business Review, berjudul Manage Your Energy, Not Your Time, menyarankan praktik-praktik berikut untuk memperbarui energi diri, di empat dimensi individu:
 

1. Energi fisik

  • Tingkatkan kualitas tidur dengan memajukan jam tidur anda, dan kurangi konsumsi alkohol.
  • Kurangi stres dengan melakukan aktivitas kardiovaskular sedikitnya tiga kali seminggu dan latihan beban sedikitnya sekali seminggu.
  • Makanlah dalam porsi kecil, dan konsumsi camilan ringan setiap tiga jam.
  • Belajarlah mengenali tanda-tanda ketika energi anda melemah – ini termasuk rasa gelisah, banyak menguap, lapar, dan sulit berkonsentrasi.
  • Sempatkan rehat – pendek, tetapi teratur – dari meja anda setiap 90 – 120 menit sehari.
 

2. Energi emosi

  • Lepaskan emosi negatif – rasa kesal, tidak sabar, gelisah, merasa terancam – dengan bernapas dalam-dalam menggunakan otot perut.
  • Suntikkan emosi positif kepada diri sendiri, juga orang lain, dengan secara teratur mengungkapkan apresiasi secara detail dan spesifik, melalui email, catatan, telepon, atau percakapan.
  • Pandanglah situasi negatif menggunakan kaca mata baru. Gunakan ‘kaca mata terbalik’ untuk bertanya, “Dalam situasi ini, apa yang akan orang lain katakan, dan bagaimana pendapatnya bisa benar?” Gunakan ‘kaca mata jarak jauh’ untuk bertanya, “Bagaimana kira-kira aku memandang situasi ini enam bulan ke depan?” Kemudian, gunakan ‘kaca mata lebar’ untuk bertanya, “Bagaimana aku bisa tumbuh dan belajar dari situasi ini?”
 

3. Energi mental

  • Saat mengerjakan sesuatu yang butuh konsentrasi tinggi, kurangi interupsi dengan bekerja jauh dari telepon dan email.
  • Alokasikan waktu khusus untuk menjawab pesan telepon dan email.
  • Setiap malam, pikirkan tantangan terpenting yang akan anda hadapi keesokan harinya. Selanjutnya, jadikan hal itu prioritas pertama sat anda tiba di kantor.
 

4. Energi spiritual

  • Kenali kegiatan yang bermakna bagi anda – yakni, kegiatan yang akan membuat anda merasa efektif, terlibat tanpa beban, dan memberikan kepuasan. Cari cara untuk lebih sering melakukan kegiatan tersebut. Seorang eksekutif, misalnya, yang tidak suka mengerjakan laporan penjualan, mendelegasikan tugas tersebut kepada orang lain yang justru menyukainya.
  • Alokasikan waktu dan energi untuk melakukan hal-hal yang penting bagi anda. Contohnya, anda bisa meluangkan 20 menit terakhir dalam perjalanan pulang untuk berelaksasi. Sesampainya di rumah, anda dapat berinteraksi penuh dengan keluarga.
  • Hiduplah sesuai dengan nilai-nilai yang anda anut. Misalnya, apabila nilai tenggang rasa penting bagi anda, tetapi anda sendiri terus-menerus terlambat datang rapat, cobalah untuk mengatur agar anda selalu muncul lima menit sebelum rapat dimulai.
 
Jadi, kalau kita ingin lebih produktif, jangan hanya sekedar mengelola waktu, tapi belajarlah mengelola 4 energi: fisik, emosi, mental dan spiritual. Maka niscaya kita menjadi lebih produktif, efektif dan efisien dalam bekerja. Selamat mencoba.

Featured Career Advice