×
STUDILMU Career Advice - Personal Mastery Dalam Organisasi Pembelajar
Leadership

Personal Mastery Dalam Organisasi Pembelajar

STUDILMU Users By STUDiLMU Editor

Kalau Anda cermati dan bandingkan, bagaimana seorang anak belajar di masa sekarang ini dengan mungkin beberapa puluh tahun lalu, saat kita masih seusia mereka, Anda pasti memahami yang saya rasakan. Keheranan, perasaan takjub, atau mungkin biasa saja, ketika melihat anak-anak masa sekarang ini dengan lihai-nya mampu mengoperasikan peralatan-peralatan (baca : gadget) terbaru. 
 
Seperti ketika mendengar cerita rekan kerja saya, yang anaknya belum genap berusia 2 tahun, dengan jari-jari tangan mungilnya mampu membuka password tab milik orangtuanya, dan selanjutnya menuju menu game, dan akhirnya asyik bermain game kesukaannya. Bagaimana bisa seorang bocah yang bahkan berkomunikasi secara verbal saja masih belum lancar, namun mampu membuka dan mengoperasikan gadget canggih itu?
 
Cerita lain, tak jauh dari kehidupan saya, berasal dari keponakan saya yang membuat saya melongo ketika menonton rekaman singkat video permainan gitar yang diunggahnya ke media sosial Instagram. Keponakan kembar saya ini baru masuk kelas 3 SD. Keponakan perempuan yang memainkan gitar bahkan tidak pernah les bermain gitar. Gitar yang dimainkannya adalah gitar ukuran kecil yang sengaja dibeli ayahnya untuk sekedar bermain, namun di tangannya mampu menghasilkan permainan musik yang cukup berirama. Darimana bocah ini belajar? Dari youtube. Dia sendiri yang mencari video tutorial di youtube, mencoba memainkannya, dan direkam sendiri oleh saudara laki-lakinya, kemudian diupload ke sosial media. Bahkan di rumah mereka orangtuanya bukanlah pengguna sosial media. Mereka membuat akun sosial media tanpa bantuan orang dewasa.
 
Dua cerita yang saya dengar dan lihat langsung ini tentunya tak mewakili beragamnya kisah tentang begitu pesatnya perkembangan teknologi telah merasuki setiap sendi kehidupan manusia sekarang ini. Termasuk kehidupan bisnis, organisasi, dan perusahaan kita. Pemanfaatan teknologi untuk memperluas jangkauan pemasaran, penggunaan media sosial untuk membentuk brand image perusahaan, otomatisasi dengan berbagai sistem yang mempermudah pekerjaan kita, adalah sedikit dari banyak dampak positif dari masuknya teknologi ke dalam kehidupan professional.
 
Untuk mengimbangi langkah serba cepat karena keberadaan teknologi itu, maka dibutuhkan organisasi yang sama dinamisnya, organisasi yang bergerak dan mau belajar (Learning Organization). Bukan hanya mau belajar dari hal yang sudah ada ataupun hal baru yang belum diketahui. Istilah Learning Organization mengandung makna peningkatan kapasitas secara kontinyu, tidak puas dengan apa yang sudah ada, yang pada akhirnya akan menciptakan kesuksesan di masa yang akan datang. 
 
Menurut Peter M. Senge, dalam bukunya “The 5th Disciplines”, untuk menciptakan sebuah Learning Organization dibutuhkan 5 prinsip dasar yang salah satunya adalah Personal Mastery. Sebagai seorang leader, Personal Mastery adalah bagian penting yang menjadi bagian konstribusi kita dalam pembentukan Learning Organization. Personal Mastery bukan hanya bersinggungan dengan sisi professional seorang leader namun juga akan mempengaruhi kehidupan personal kita. Seorang leader yang mempunyai Personal Mastery yang kuat tidak hanya akan membawa kemajuan bagi perusahaan namun juga kesuksesan dalam kehidupan pribadinya.
 
Jadi sebenarnya apakah Personal Mastery itu?
 
Mungkin pernyataan menyentuh yang sempat dilontarkan Marthin Luther King, pemimpin kulit hitam AS, akan sedikit memberikan gambaran. Dalam suatu kesempatan, beliau pernah melontarkan perkataan : “Jika seorang terpanggil menjadi tukang sapu, dia seharusnya menyapu seperti Michaelangelo melukis, seperti Beethoven menuliskan komposisi musiknya, atau Shakespeare menuliskan pusinya. Dia seharusnya menyapu begitu baik, sehingga semua penghuni surga dan bumi akan berhenti sejenak untuk berkata, ‘Di sini telah hidup seorang penyapu jalan yang begitu hebat, yang melakukan pekerjaannya dengan begitu baik’.”
 
Kata pertama yang perlu kita cermati adalah “terpanggil”, kita perlu mengetahui apa panggilan kita, apa passion, goals, visi kita. Seperti tukang sapu yang terpanggil untuk menjadi tukang sapu terbaik yang pernah ada tersebut, kehebatan dan kesuksesannya sebagai seorang penyapu jalan dimulai dari visi hidupnya. Jika memang visi, goals dan tujuan hidupnya adalah penyapu jalan, maka seorang dengan Personal Mastery yang kuat akan melakukan yang terbaik, secara kontinyu melakukan usaha-usaha untuk mencapai versi terbaik dari dirinya. 
 
 
Tanyakan pada diri Anda, apa yang benar-benar Anda inginkan dalam hidup Anda di masa yang akan datang? Apa yang membuat Anda tidak akan berhenti untuk terus mengusahakan diri mencapainya? Apa yang begitu Anda inginkan sehingga memberi motivasi yang sedemikian kuatnya untuk konsisten pada usaha meraihnya?
 
Personal vision (baik bagi kehidupan pribadi maupun professional) adalah langkah pertama yang harus Anda tetapkan dalam Personal Mastery.
 
Langkah berikutnya setelah melihat jauh ke depan, mau menjadi seperti apa diri Anda nantinya, waktunya untuk melihat ke kenyataan masa sekarang. Sudah seperti apa Anda sekarang. Di tahap ini pasti akan ditemui adanya gap antara visi dan reality. Jangan jadikan gap itu sebagai musuh, tetapi jadikanlah sekutu. Jangan menganggapnya batu sandungan yang menurunkan motivasi dan semangat, tapi jadikanlah batu loncatan yang membuat Anda melompat lebih tinggi, semakin bersemangat mengupayakan yang terbaik untuk memperkecil gap tersebut.
 
Berikutnya, diperlukan komitmen yang kuat untuk terus mengusahakan terwujudnya visi yang sudah Anda tetapkan sebelumnya. Tiga hal ini yang harus terus digulirkan oleh seorang leader dengan Personal Mastery yang kuat. 
 
Suatu ketika di hari libur, bersama dengan beberapa teman saya waktu masih duduk di bangku SMA, kami bersepeda ke sebuah danau di pinggir kota kecil kami. Sesampainya di sana, kami melihat sebuah perahu “nganggur” di tepi danau tersebut. Keisengan ala anak muda memacu kenekadan kami untuk memakai perahu tersebut, menaikinya dan berusaha mendayung hingga mencapai tengah danau. Mungkin baru belasan meter jarak kami dari tepian danau, kami mulai merasakan perahu tersebut perlahan-lahan bergerak ke bawah, dan akhirnya kami menyadari bahwa perahu itu bocor setelah kaki kami terasa basah oleh air yang mulai masuk ke dalam perahu. 
 
Hanya dalam hitungan detik, kesadaran kami berubah menjadi kepanikan karena dalam waktu yang sangat cepat kami sudah berada di dalam danau, tenggelam. Secara spontan kami semua berusaha berenang, atau bergerak ke segala arah asalkan tidak tenggelam, dan menuju ke tepian. Saat itulah kami menyadari hidup mati kami ditentukan dari gerakan kaki dan tangan kami untuk terus berusaha mencapai tepian. Jika saja kami lelah atau terlampau panik sehingga berhenti menggerakkan kaki dan tangan kami, pastilah kami akan tenggelam di danau yang cukup dalam dan terkenal sering memakan korban itu.
 
Saat mengingat kejadian itu, saya merasa seperti inilah seharusnya Personal Mastery. Ada visi jelas yang ingin dicapai (dalam kejadian itu, visinya adalah tepian danau). Lalu kesadaran akan keadaan sekarang, yang pada kejadian tersebut adalah keadaan tenggelamnya perahu kami. Jika saja kami tidak sadar, terlalu panik, atau dilingkupi ketakutan yang berlebihan, sangat dimungkinkan kami tidak tahu harus berbuat apa. Kesadaran bahwa kami tenggelam, yang kemudian dilanjutkan dengan komitmen untuk terus bergerak menuju ke tepian, yang dalam Personal Mastery adalah komitmen untuk semakin memperlengkapi diri dengan berbagai macam pengembangan untuk mencapai visi. 
 
Tiga hal pokok dalam Personal Mastery adalah : visi, keadaan sekarang, dan komitmen.
 
Sudahkah Anda mengembangkan Personal Mastery sebagai seorang leader? Sudahkah kita memimpin team kita seperti Michaelangelo melukis, seperti Beethoven menuliskan komposisi musiknya, atau Shakespeare menuliskan puisinya? Sudahkah kita mengusahakan terus-menerus menjadi versi terbaik dari diri kita setiap saat?

Featured Career Advice