×
STUDILMU Career Advice - Sinergi dengan Atasan
Leadership

Sinergi dengan Atasan

STUDILMU Users By STUDiLMU Editor

Wah, judulnya belagu nih! Memangnya situ siapa, koq berani-beraninya mau me-manage the boss? Harusnya yang bicara seperti itu adalah big big boss, top management. Level menengah yang konon posisinya “terjepit” dan serba salah, belum boleh sombong begitu. Loh? Bagi kami di BusinessGrowth, justru karena posisi “terjepit” itulah harusnya leader yang memimpin team (tapi juga masih dipimpin sebagai bagian team) perlu belajar me-manage atasan. Tujuan hanya satu, mewujudkan sinergi demi keberhasilan bersama.
 
Pengalaman bertahun-tahun mendapatkan bermacam-macam karakter atasan membuat penulis merasa bahwa ini penting untuk diketahui dan diterapkan oleh seorang leader yang mengharapkan teamnya berhasil bersinergi mencapai goal yang ditargetkan. Sinergi sebetulnya justru bersumber dari keberbedaan ‘nature’ manusia, kompetensi, keahlian, karakter, generasi, ego, kebiasaan talenta, kekurangan dan kelebihannya. Namun entah mengapa, kita kerap merasakan sendiri betapa sinergi seolah menjadi semakin jauh dari kehidupan organisasi. Di perusahaan yang sedang berkembang pesat, dengan ukuran kinerja divisi yang ketat, tidak adanya sinergi adalah hal yang umum. Setiap orang sibuk berfokus pada pencapaian pribadi. Bila ada departemen yang berseteru di dalam forum atau bahkan secara fisik sudah dianggap biasa. Rasanya kita juga sering menyaksikan proyek yang tidak selesai, bahkan dibongkar pasang, tidak disupport, dan terkesan tidak adanya koordinasi? Tidak perlu melihat lingkup antar departemen. Dalam satu team saja, bisa jadi terdapat banyak gap dan ketidak cocokan yang (tidak ada yang mau repot-repot) tidak disembunyikan.
 
Lalu bagaimana mungkin kita mengharapkan sinergi bila berkoordinasi saja sudah sulit? Tidak adanya sinergi jelas akan berakibat fatal, mulai dari produktivitas yang rendah, kordinasi yang buruk, individu tidak happy, dan atau saling menyalahkan. Hal yang sering kita lupakan adalah bahwa sinergi tidak sama dengan sekedar menjumlahkan semua kinerjanya satu per satu. Kelompok yang bersinergi akan terasa melahirkan pemikiran baru, tenaga baru yang hasilnya tidak sama dengan sekedar penjumlahan enerji masing masing individu atau bagian. Inilah yang namanya sinergi. Pelatihan yang memancing emosi dan mendorong keberanian bisa jadi memang membawa keakraban, namun bila tidak menyentuh esensi untuk bersinergi, seringkali tidak berhasil juga meningkatkan sinergi. Sangat disayangkan bila ada organisasi yang menomorduakan penggarapan sinergi, karena berpikir bahwa sinergi bisa datang dengan sendirinya. Padahal, jelas sinergi tidak akan tumbuh bila didiamkan. Karena itu, sinergi bisa kita mulai dari kita sendiri sebagai seorang leader dan sebagai team member.
Sering kita mendengar keluhan atau curcol rekan kerja (atau malah kita sendiri pernah) tentang betapa sulitnya bekerjasama dengan atasan yang tampaknya benar-benar tidak sepemahaman. Celakanya, faktanya adalah, tidak ada karyawan yang bisa memilih siapa atasannya, dan seperti apa atasannya. Andai bisa memilih, bisa jadi daftar kriteria bos idaman yang diharapkan setiap orang akan lebih panjang ketimbang daftar kriteria suami atau istri idaman. Yang artinya, kita perlu sama-sama sadar diri bahwa tidak mungkin ada atasan sesuper itu. Dan fakta lain yang perlu disadari, atasan yang tak sesempurna harapan Anda tersebut, menghabiskan waktu bersama Anda lebih lama dibanding waktu bersama pasangan Anda. Bisa dibayangkan apa yang terjadi jika Anda sama sekali tidak merasa ada kemungkinan cocok dengan beliau?
 
Sesungguhnya, saat menyadari bahwa atasan kita bukanlah sosok yang cakap dalam me-manage team membernya, saat itulah kita memiliki tugas untuk membantu beliau berkembang dengan mengambil alih tugas me-manage hubungan tersebut. Lagipula, menjaga hubungan baik dengan semua kalangan adalah hal yang paling penting di dunia kerja dan akan sangat bermanfaat di waktu yang akan datang. Be proactive, cobalah bersinergi dengan atasan. Langkah awal yang diperlukan sangat mudah, yaitu dengan mencoba mengenal siapa atasan Anda. Ini tentunya dilakukan setelah kita mengetahui diri kita dengan baik terlebih dahulu. 
 
Anda harus paham betul type atasan seperti apa yang perlu dimanage? Kalau atasan sudah “benar” dan “normal”, ya sudah, Anda tinggal mengikuti. Apalagi kalau punya atasan yang super baik. Misalnya saja:
  • Atasan selalu ada untuk membimbing anak buahnya
  • Atasan ada untuk mengawasi anak buahnya
  • Atasan ada untuk memastikan anak buahnya bekerja sesuai dengan prosedur perusahaan
  • Atasan bertugas untuk me-review hasil kerja anak buah dan memberikan penilaian untuk memastikan Anda layak atau tidak untuk mendapatkan kenaikan gaji yang sesuai
Maka rasanya Anda sudah tidak perlu memanage atasan Anda.
 
Sebagai langkah awal setelah mengenal diri sendiri, maka kita perlu “memantaskan diri” untuk mengakrabkan diri dengan atasan. Kita harus bekerja benar dahulu, agar bisa memberi pengertian kepada atasan, sesuaikan hasil kerja Anda dengan keinginan atasan. Baru kemudian pahami atasan. Sesuaikan gaya dengan atasan. Kalau atasan anda suka yang detail, siapkan data-data pendukung yang detail. Kalau atasan anda suka yang simple, jangan bingungkan dia dengan banyak data yang memusingkan. Percuma anda menggerutu, sesuaikan saja dengan gayanya, maka anda akan menjadi orng kepercayaannya.
 
Tiru perilaku positif atasan anda. Atasan biasanya senang dengan orang yang mirip dengannya. Sebagai atasan tentu dia punya kelebihan yang anda bisa pelajari (terlepas dari segala kekurangannya). Apakah dia rajin, tekun, jago networking, pekerja keras, dll. Tiru kebiasaan baik atasan anda. Kerjakan semua yang diperintahkan semaksimal mungkin, periksa kembali hasil kerja Anda sebelum diberikan kepada atasan Anda untuk meminimalisir kesalahan yang tidak perlu terjadi, ingat kesalahan yang Anda buat akan membuat kejengkelan bagi sebagian atasan.
 
Berusahalah mengerti karakter atasan Anda dan usahakan Anda beradaptasi dahulu dengan moodnya. Cobalah juga lihat segala sesuatu dari sudut pandangnya. Ini akan lebih memudahkan Anda berempati dan memahami alasan di balik tindakan dan keputusannya. Lalu mulailah untuk sering berkomunikasi dengan atasan, tentunya dengan pertemuan yang lebih sering. Buatlah janji meeting dengan atasan dan katakan Anda meminta waktu 5 - 10 menit untuk berdiskusi tentang tugas yang ia berikan. Jangan sengaja menemuinya seolah ala kadarnya. Cari waktu yang tepat, bukan pada saat buru-buru, tidak pada jumat jam 5 sore ketika dia sedang beres-beres mau pulang, atau menjelang jam makan siang dimana dia sudah ditunggu rekan lain untuk makan siang. Ingat, Anda perlu mengakrabkan diri dan menjadi familiar baginya. Temui secara teratur, dan bukan hanya kalau ada masalah atau kalau ada persoalan. Nanti muka anda tampak seperti alarm masalah, ketika anda muncul di pintu ruangan maka atasan akan merasa “ini dia masalah muncul”, atau ”pasti ada sesuatu”, atau “what now??”. Temui beliau untuk memberi up date status pekerjaan, memberikan laporan status proyek Anda. Apa yang saat ini Anda kerjakan? Dimana status Anda dalam pencapaian tugas? Seberapa jauh posisi anda saat ini dalam penyelesaian proyek jangka panjang, dan sebagainya.
 
Dan datanglah padanya dengan persiapan. Ingat, bukan ala kadarnya. Perhatikan poin-poin berikut:
  • Tepat waktu atau lebih awal 
  • Aktif, tidak pasif
  • Prioritaskan masalah dan pertanyaan
  • Catat pointers pokok bahasan anda
  • Pelajari dan bawa dokumentasi yang diperlukan
  • Catat pada agenda dan file untuk referensi
Antisipasi masalah yang Anda bawa dengan langkah berikut:
  • Pikirkan satu langkah ke depan untuk antisipasi masalah
  • Lihat gambaran besarnya, bukan hanya lingkup Anda saja
  • Datang dengan solusi, bukan hanya masalah
  • Ciptakan sistem atau buat SOP nya sehingga masalah yang sama tidak muncul kembali
 
Tepat waktu lah dalam menyelesaikan tugas anda. Due date anda terkait dengan due date pekerjaannya. Karena itu untuk dapat dipercaya, selesaikanlah apa yg telah anda janjikan sesuai due date anda. Jadilah mandiri dalam menyelesaikan tugas tanggung jawab anda. Sungguh sangat melelahkan menghadapi anak buah yang harus ditongkrongi, ditunggui dan miskin inisiatif dalam menyelesaikan pekerjaan. Lebih baik menggantinya dengan orang lain karena dia akan memperlambat kinerja team secara keseluruhan. Jangan sampai Anda underpromise, overdeliver. 

Featured Career Advice