Leadership
Engagement
By STUDiLMU Editor
“Ssstt... tau ga, denger-denger si Nando sudah mengajukan pengunduran diri, lo..” bisik Farina siang itu memulai perbincangan dengan Tamara, rekan sekerjanya. Semilir angin di taman mengiringi acara makan siang mereka, memberi kesejukan secara fisik, namun tak mampu meredam kehangatan gosip yang mulai beredar akhir-akhir ini.
“Apa? Lagi-lagi..? Ada apa dengan divisi itu? Belum sebulan yang lalu admin-nya, si Mira, juga resign. Sebelum Mira, Ari sudah duluan pindah ke perusahaan lain.” sahut Tamara.
Sambil menggelengkan kepala lemah, Farina melanjutkan, “Entahlah.. Sejak dipimpin Pak Darto, divisi Service mulai banyak yang mengundurkan diri. Sepertinya mereka tidak tahan dengan cara Pak Darto memimpin team-nya”
“Sayang sekali ya.. Padahal masuk ke perusahaan kita termasuk impian banyak orang, belum tentu di tempat lain Ari, Nando dan Mira mendapatkan gaji dan fasilitas seperti di sini” ujar Tamara sambil menyeruput teh hangat yang diseduhnya.
“Iya.. padahal kata orang-orang, dulunya divisi Service adalah team yang menyenangkan, pekerjaan mereka seru karena bertemu dengan banyak orang. Banyak karyawan pengen dimutasi ke sana.” Farina menanggapi.
Mungkin kita sering menjumpai keadaan seperti divisi service tersebut. Banyak karyawan yang mengundurkan diri, bukan masalah gaji atau pekerjaan, tetapi hanya karena tidak cocok dengan pemimpinnya. Hanya? Apakah permasalahan ini cukup dikomentari dengan kata “hanya”?
Saya rasa tidak. Ketidakcocokan karyawan dengan pemimpinnya sudah menjadi virus mematikan dalam dunia bisnis. Banyak riset dan penelitian telah dilakukan untuk membuktikan hal ini. Salah satunya, dari Globoforce Workforce Mood Tracker, yang menyatakan bahwa 48% (faktor tertinggi) karyawan termotivasi untuk tetap berada dalam organisasi karena pengaruh pemimpinnya.
Sementara survey lain menunjukkan data yang senada dengan hal ini. Gallup organization mempelajari lebih dari 1 juta karyawan dan 80.000 manajer dan dipublikasikan dalam sebuah buku yang berjudul : “First Break All The Rules”. Dalam buku tersebut dijelaskan, jika Anda kehilangan orang yang baik, maka periksalah atasan langsung mereka. Atasan langsung mereka adalah alasan karyawan tersebut bertahan dan berkembang dalam sebuah organisasi. Dan ini juga yang menjadi alasan mengapa orang meninggalkan organisasinya.
"People leave managers not companies," begitulah yang dituliskan Marcus Buckingham and Curt Coffman, sang penulis buku tersebut.
Peran leader, ternyata bukan hanya sekedar memimpin sebuah team mencapai kinerja terbaiknya. Namun juga menjadi faktor penting dalam menciptakan iklim kerja kondusif dengan membangun engagement dalam teamnya. Dalam jangka panjang, engagement ini sangat mempengaruhi performa perusahaan. Dibutuhkan banyak usaha dan juga dana untuk mengembangkan team tanpa engagement yang kuat.
Seperti yang dikisahkan terajadi di divisi Service yang dipimpin oleh Pak Darto di atas. Bisa jadi, demi mencapai bahkan melebihi target yang mungkin ditetapkan oleh organisasi, Pak Darto mengesampingkan hubungan dengan anak buahnya. Bukan berarti “drive for result” tidak penting, namun perlu juga diperhatikan bagaimana menciptakan kesatuan dalam team tersebut.
Engagement bagaikan bahan bakar untuk memompa energi dalam sebuah mesin yang kita sebut teamwork. Tanpa engagement sebuah mesin tidak bisa bekerja dengan optimal, hanya bisa bergerak secara manual, dan ini akan sangat menguras energi bagi operatornya. Demikian juga kerja team tidak akan maksimal tanpa engagement. Mungkin pekerjaan akan tetap bergulir, namun bukan lagi digerakkan oleh semangat seluruh team, bisa jadi hanya akan melelahkan leadernya.
Belum lagi jika kita tinjau dari sisi yang lebih luas, yaitu organisasi. Karyawan yang tidak engage dan akhirnya meninggalkan perusahaan, berdampak membengkaknya cost yang harus dikeluarkan perusahaan untuk merekrut dan mendevelop karyawan baru.
Engagement, bukanlah hal baru dalam dunia bisnis kita. Hanya saja seringkali leader menjadikan engagement sebagai material usang yang mungkin hanya perlu sesekali ditilik, dan karena kesibukan mengejar performa, akhirnya dilupakan begitu saja.
Engagement, seharusnya menjadi makanan sehari-hari, yang dibangun melalui hal-hal sederhana yang setiap harinya bisa kita sisipkan. Memberikan tepukan apresiasi, menyapa dan menanyakan kabar keluarga, melakukan aktifitas bersama anggota team, makan siang bersama, adalah bentuk – bentuk keseharian yang bisa kita terapkan untuk memperkuat engagement dalam team kita.
Dari hal sederhana tersebut, yang tidak boleh kita lupakan juga adalah, untuk menjadwalkan secara rutin coaching dengan anak buah kita. Selain meningkatkan engagement, coaching sekaligus menjadi alat pengembangan (development) bagi team kita.
Setiap leader perlu menyediakan waktu untuk melakukan coaching secara rutin dengan anak buahnya. Tantangan terbesarnya adalah masalah pengaturan waktu. Banyak leader menggunakan keterbatasan waktu sebagai alasan untuk menunda atau bahkan meniadakan coaching. Padahal, semakin kita merasa kekurangan waktu untuk coaching, maka semakin sulit untuk mempercayakan atau mendelegasikan tugas ke anak buah kita karena kemampuan mereka kurang. Dampak berikutnya, justru kita akan semakin kekurangan waktu karena tidak berani mendelegasikan tugas, dan akhirnya kita semakin tertimbun oleh tugas-tugas.
Sebaliknya, ketika kita menyediakan waktu untuk coaching, maka kemampuan anak buah pun meningkat, dan kita akan lebih percaya untuk mendelegasikan tugas kepada mereka. Efeknya kita akan lebih memiliki waktu untuk memikirkan kemajuan team, untuk meningkatkan skill, dan untuk hal-hal lainnya.
Jadi sebagai leader, coaching bukan sekedar menciptakan engagement dengan teamnya, namun bonusnya adalah bentuk development untuk team kita, yang pada ujungnya akan membantu kita pun ikut berkembang. Sudahkah Anda menyediakan waktu untuk coaching team Anda?
Featured Career Advice
-
Resume & Interviewing
Rahasia Sukses Wawancara Kerja: Pertanyaan yang Paling Sering Ditanyakan
-
Innovation
Menggunakan Media Sosial untuk Meningkatkan Brand Awareness
-
Productivity
Cara Mengatasi Overthinking untuk Tetap Produktif
-
Mindset
Mengatasi “Quarter-Life Crisis”: Langkah Menuju Karier Impian
-
Innovation
Bagaimana ChatGPT dan AI Mengubah Cara Kita Bekerja?
-
Mindset
5 Langkah Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis di Tempat Kerja
-
Productivity
Bagaimana Mengatasi Deadline Ketat Tanpa Stres Berlebihan
-
Self Improvement
Kenali Demensia Alzheimer Sejak Dini
-
Productivity
Menyeimbangkan Kecepatan dan Ketelitian: Kunci Kerja Efisien
-
Productivity
Tantangan Konsistensi dan Langkah-Langkah untuk Tetap Konsisten
-
Self Improvement
Mengenal Microsoft Excel: Aplikasi Pengolah Data yang Efisien
-
Innovation
Penjadwalan dan Pembuatan Kalender Konten di TikTok
-
Generation Millenials & Z
Alasan Generasi Z Memilih TikTok sebagai Sumber Informasi Utama
-
Self Improvement
Tips Tampil Percaya Diri Tanpa Terlihat Berlebihan di Kantor
-
Self Improvement
Pentingnya Penampilan dan Perawatan Diri di Tempat Kerja
-
Self Improvement
Tips Makeup Ideal Berdasarkan Jenis Kulit Wajah
-
Self Improvement
Tampil Menawan dengan Make Up Sesuai Bentuk Wajah
-
E-learning
Pelatihan Berkualitas, Beragam, dan Mudah dipelajari Bersama STUDiLMU
-
E-learning
Intip STUDiLMU sebagai Lembaga Pelatihan di Prakerja, Yuk!
-
E-learning
Apa Kata Mereka tentang Pelatihan Prakerja di STUDiLMU
-
Tips of Management
Penyebab Gagalnya Onboarding Karyawan
-
Leadership
Perubahan dan Strategi untuk Agile Leadership di Era yang Terus Berubah
-
Leadership
Prinsip-Prinsip Agile Leadership
-
Communication
Microsoft Teams untuk Berkolaborasi Digital
-
Communication
Melakukan Rapat Virtual dengan Microsoft Teams
-
Tips of Management
Tips menjalin relasi dengan banyak orang di LinkedIn Group
-
Tips of Management
Ide Konten yang Menginspirasi untuk Halaman LinkedIn Anda
-
Tips of Management
Tips Membuat Artikel di LinkedIn
-
Tips of Management
Optimalisasi Kinerja Komputer/Laptop dengan Defragment dan Clear Temp Folders
-
Productivity
Strategi yang Tepat untuk Pengambilan Barang (Picking) di Warehouse
-
Productivity
Proses-Proses dalam Warehouse Management
-
Productivity
Mengoptimalkan Fungsi Warehouse
-
Productivity
Mengenal Warehouse Management System
-
Productivity
Jenis-Jenis Warehouse
-
Mindset
Karakteristik Budaya Kerja Jepang
-
Tips of Management
Sukses Berjualan di TikTok Shop
-
Tips of Management
10 Ide Konten TikTok Menarik
-
Marketing & Sales
Jenis-Jenis Struktur Pembelian
-
Tips of Management
Memilih Supplier yang Tepat dalam Manajemen Pembelian
-
Tips of Management
Manajemen Pembelian
-
E-learning
Pelatihan Tatap Muka Vs E-learning: Peran HR yang Makin Krusial di Era Digital
-
E-learning
Mengapa Online Learning merupakan The Future of Education
-
Innovation
Dunia Telah Berubah ke Arah Digital
-
Tips of Management
Memaksimalkan Pengembangan Karyawan Dengan Menggunakan Metode Online
-
Tips of Management
Kunci Sukses dalam Menjalankan Bisnis
-
Self Improvement
Apa itu Ketajaman Bisnis (Business Acumen)?
-
Productivity
Mengoptimalkan Kinerja Laptop Untuk Bekerja Lebih Produktif
-
Marketing & Sales
SPIN Selling sebagai Senjata Penjualan B2B yang Efektif
-
Marketing & Sales
Memilih Metode Penjualan yang Tepat
-
Productivity
Menyajikan Data Secara Visual Agar Lebih Mudah Dipahami
-
Self Improvement
Menerima Umpan Balik (Feedback)
-
Self Improvement
Analisis Persoalan Potensial
-
Self Improvement
Tindakan Pencegahan (Preventive Action)
-
Self Improvement
Rencana Darurat (Contingency Plan)
-
Self Improvement
Pentingnya Membangun Kesan Pertama (First Impression) yang Baik
-
Productivity
Musik Meningkatkan Produktivitas
-
Productivity
Rutinitas Pagi Pekerja Sukses
-
E-learning
Dampak Perkembangan Gadget di Kehidupan Manusia
-
Productivity
Meningkatkan Produktivitas dengan Teknik Pomodoro
-
Tips of Management
Membuat Laporan dengan Efektif Menggunakan Pivot Table